Makan di Restoran, Sebenarnya dikenakan Pajak Apa Sih?

Setelah makan di restoran, sobat MTC akan mendapatkan struk atau nota pembayaran dari pembelian makanan dan/atau minuman yang kita pesan.

Pada bagian bawah struk, biasanya tertera keterangan pajak yang dikenakan kepada konsumen. Namun, pajak apa yang dikenakan pada konsumen atas penjualan makanan dan/atau minuman tersebut? Apakah Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? Atau mungkin yang benar adalah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)? Simak, penjelasannya berikut ini.

Pajak Pertambahan Nilai

Sekilas tentang PPN, yakni pajak yang dikenakan atas transaksi jual-beli barang dan jasa di dalam negeri oleh wajib pajak. PPN dipungut dan dikelola langsung oleh pemerintah pusat melalui DJP.

Pada dasarnya semua barang dan jasa dapat dikenakan PPN, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya atau biasa kita sebut dengan istilah Negative List.

Baca juga: Sah! Barang Endorse Kini Jadi Objek Pajak, Pahami Ketentuannya

Berdasarkan Pasal 4A ayat (2) huruf c UU PPN s.t.d.t.d UU HPP “makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.”

UU yang mengatur tentang pajak daerah dan restribusi daerah adalah UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

UU HKPD mencabut UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah s.t.d.t.d dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Jadi, makanan dan/atau minuman yang kita beli di restoran itu seharusnya tidak dikenakan PPN ya sobat MTC, karena bukan termasuk objek PPN.

Pajak Barang dan Jasa Tertentu

Mungkin sobat MTC masih asing dengan istilah PBJT, jadi PBJT merupakan jenis pajak baru yang diperkenalkan dalam UU HKPD.

Singkatnya, PBJT adalah penggabungan dari 5 jenis pajak daerah yang sebelumnya diatur dalam UU PDRD, termasuk diantaranya pajak restoran. Dengan adanya UU HKPD, istilah pajak restoran kini sudah berganti menjadi PBJT.

Objek PBJT

Berdasarkan Pasal 50 UU HKPD disebutkan bahwa penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi makanan dan/atau minuman termasuk salah satu objek PBJT. Lebih lanjut, Pasal 51 ayat (1) UU HKPD menjelaskan mengenai kriteria penyedia makanan dan/atau minuman yang termasuk dalam objek PBJT.

Selain itu, ada juga nih penyedia makanan dan/atau minuman yang tidak termasuk dalam objek PBJT. Hal tersebut diatur dalam Pasal 51 ayat (2) UU HKPD.

Subjek PBJT

Subjek yang dikenakan PBJT adalah orang yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran, bukan pemilik restoran. Pemilik restoran hanya bertindak sebagai perantara yang menyetorkan pajak yang telah dibayar oleh pembeli kepada pemerintah daerah.

Cara Menghitung PBJT

Besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT dengan tarif PBJT. Dasar pengenaan PBJT adalah jumlah pembayaran yang diterima oleh restoran, termasuk biaya layanan (service charge) yang biasanya dikenakan. Adapun, tarif PBJT merujuk pada Pasal 58 ayat (1) UU HKPD ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.

Baca juga: Langganan Netflix dan Spotify, Apakah Dikenakan Pajak?

Perbedaan antara Service Tax dan Service Charge

Sebelum kita masuk ke contoh kasus, sobat MTC harus tau dulu nih perbedaan antara service charge dengan service tax.

Aspek Service Tax Service Charge
Definisi Pajak yang telah ditetapkan oleh pemerintah atas pelayanan atau service yang disediakan oleh restoran, termasuk penjualan makanan dan/atau minuman. Biaya tambahan yang ditentukan oleh restoran atas layanan yang diberikan kepada pelanggan.
Tujuan Digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan publik, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Meningkatkan gaji karyawan atau membiayai operasional restoran.
Peraturan Diatur dalam peraturan daerah dan dananya masuk ke kas daerah. Tidak diatur secara khusus oleh pemerintah. Besaran tarif dan penerapannya bisa berbeda-beda di setiap restoran. Dananya masuk ke kas restoran.
Tarif Paling tinggi sebesar 10%. Tarif bervariatif, yakni 5% s.d 10%.
Contoh Kasus

1. Xaviera membeli butter rice dory, spaghetti bolognese, almond croissant, dan strawberry smoothies dengan total harga Rp300.000 dari Restoran ZZ. Xaviera makan dan minum langsung (dine in) di Restoran ZZ.

Restoran ZZ mengenakan service charge sebesar 5% dan juga memungut PBJT sebagaimana yang berlaku di kota Bandung, yaitu sebesar 10%. Berapa PBJT yang harus dipungut oleh Restoran ZZ dan berapa total biaya yang harus dibayar oleh Xaviera?

Jawaban:

a. PBJT Terutang:
Dasar Pengenaan PBJT = Rp315.000

Tarif PBJT = 10%

Jadi, PBJT terutangnya adalah Rp315.000 x 10% = Rp31.500

b. Total Biaya yang Dibayar:
Total harga makanan dan minuman = Rp300.000

Biaya layanan (service charge) = Rp15.000

PBJT (service tax) = Rp31.500

Jadi, total biaya yang harus dibayar oleh Xaviera adalah Rp346.500

***

Penulis: Anggita Mutiara Sari Siregar

REFERENSI:

[1] UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

[2] UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Bagikan :