Sobat MTC pasti sudah tidak asing lagi mendengar istilah coretax, bukan? Singkatnya, coretax adalah sistem teknologi informasi yang dirancang untuk mengintegrasikan seluruh proses administrasi perpajakan, termasuk pendaftaran, pelaporan, pembayaran, hingga pengawasan. Pada 14 Oktober 2024 lalu, pemerintah resmi menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Coretax.
Meski ditetapkan pada 14 Oktober 2024, PMK 81/2024 mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2025. Adapun, penerbitan PMK 81/2024 berdampak pada dicabutnya 42 aturan perpajakan lama, karena dianggap tidak relevan lagi dengan implementasi coretax.
Baca juga: Jangan Keliru! Jasa Klinik Kecantikan Tetap Dipungut PPN
Latar Belakang PMK 81/2024
Latar belakang diterbitkannya PMK 81/2024 adalah kebutuhan akan regulasi dalam rangka pelaksanaan coretax yang lebih transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan fleksibel. “Oleh karena itu, perlu dilakukan penataan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum guna meningkatkan penerimaan pajak dan mendukung perekonomian nasional,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti, Rabu (6/11/2024).
Penataan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang dimaksud mencakup beberapa aspek, yaitu proses bisnis, teknologi informasi, dan basis data. Dwi Astuti juga menyampaikan bahwa penerbitan PMK 81/2024 merupakan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018.
Baca juga: Ingat! Perjalanan Haji dan Umrah Tidak Kena PPN, Kecuali..
Ruang Lingkup PMK 81/2024
PMK 81/2024 terdiri atas 11 bab dan 484 pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur 7 ruang lingkup. Pertama, tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik.
Kedua, tata cara pendaftaran wajib pajak, pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan pendaftaran objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Ketiga, tata cara pembayaran dan penyetoran pajak, pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, imbalan bunga, serta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Keempat, tata cara penyampaian dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT).
Kelima, tata cara pemberian layanan administrasi perpajakan. Keenam, aturan teknis pelaksanaan coretax system. Ketujuh, contoh format dokumen dan contoh penghitungan, pemungutan, dan/atau pelaporan.
Baca juga: Benarkah Warisan Bebas Pajak? Cek Faktanya Disini!
Lantas, apa saja kemudahan yang didapat oleh wajib pajak pasca implementasi coretax?
1. Registrasi menjadi lebih mudah, dapat dilakukan di semua Kantor Pelayanan Pajak (borderless), melalui berbagai saluran yang disediakan DJP atau melalui pihak lain (omni channel), dan tervalidasi dengan sumber data (single source of truth).
2. Tersedianya akun wajib pajak (taxpayer account) yang dapat diakses secara daring melalui portal wajib pajak sehingga memudahkan wajib pajak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik. Lebih lanjut, taxpayer account dirancang untuk mengatasi keterbatasan fitur/informasi yang terdapat pada sistem DJP online.
No. |
Keterangan | DJP Online |
Taxpayer Account (Coretax) |
1. |
Penyajian Informasi Profil Wajib Pajak |
Wajib Pajak hanya dapat mengakses informasi profil singkatnya dan belum tersedianya ikhtisar profil wajib pajak yang menyeluruh. |
Sistem menampilkan informasi yang menyeluruh dan terkini antara lain: profil identitas utama, saldo buku besar, kode billing aktif, hak dan kewajiban pajak, permohonan/layanan perpajakan aktif dan berjalan, dan daftar fasilitas aktif. |
2. |
Hak Akses atas Akun Wajib Pajak |
Kuasa/wakil wajib pajak tidak memiliki akses tersendiri untuk melaksanakan kewajiban perpajakan atas wajib pajak yang diwakili, sehingga terdapat isu keamanan. |
Wajib pajak dapat mendaftarkan kuasa wajib pajak dan memberikan hak akses sesuai kebutuhan. |
3. |
Penyajian Informasi Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan |
Belum tersedianya informasi pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu. |
Tersedianya Buku Besar Wajib Pajak (Taxpayer Ledger) yang menyajikan informasi pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. |
4. |
Penyajian Informasi Dokumen Perpajakan |
Penyampaian dokumen wajib pajak dan notifikasi dari DJP belum tersedia di sistem DJP online. |
Tersedianya fitur dokumen masuk dan keluar serta notifikasi dalam akun wajib pajak yang memudahkan wajib pajak untuk dapat mengakses dokumen elektronik yang diterima dari DJP maupun dikirim ke DJP. |
5. |
Riwayat Permohonan/Layanan Perpajakan |
Belum tersedianya fitur riwayat permohonan/ layanan perpajakan. |
Tersedianya fitur riwayat permohonan/layanan perpajakan yang diajukan oleh wajib pajak yang sedang berlangsung dan aktif. |
Baca juga: Makan di Restoran, Sebenarnya dikenakan Pajak Apa Sih?
3. Jatuh tempo pembayaran atau penyetoran beberapa jenis pajak diseragamkan menjadi tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Penyeragaman tersebut bertujuan untuk memudahkan tata kelola dan administrasi pembayaran pajak. Secara lebih terperinci, beberapa jenis pajak yang harus dibayar paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, diantaranya adalah:
- PPh Pasal 4 ayat (2); PPh Pasal 15; PPh Pasal 21; PPh Pasal 22; PPh Pasal 23; PPh Pasal 25; dan PPh Pasal 26.
- PPh minyak bumi dan/atau gas bumi yang dibayar setiap masa pajak.
- PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean.
- PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri.
- Bea meterai yang dipungut oleh pemungut bea meterai.
- Pajak penjualan
- Pajak karbon yang dipungut oleh pemungut pajak karbon.
4. Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran pajak menggunakan deposit pajak. Fitur deposit pajak memungkinkan wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak di muka agar terhindar dari sanksi administrasi akibat terlambat bayar pajak. Bagaimana cara mengisi saldo deposit pajak? Sobat MTC harus melakukan pembayaran deposit pajak terlebih dahulu melalui pembuatan kode billing secara mandiri. Untuk membuat kode billing, pilih menu “Pembayaran”, lalu klik “Layanan Mandiri Kode Billing“. Pilih kode akun pajak dan kode jenis setoran (KAP-KJS) 411618–100. For your information, deposit pajak juga dapat dibayar melalui pemindahbukuan atau kompensasi kelebihan pembayaran pajak.
5. Pemerintah mempermudah proses permohonan fasilitas PPh tanpa perlu melampirkan Surat Keterangan Fiskal (SKF) sepanjang wajib pajak telah memenuhi kriteria yang ditentukan. Sebelumnya, untuk memperoleh fasilitas PPh, wajib pajak harus melampirkan SKF wajib pajak dan/atau seluruh pemegang saham.
Baca juga: Menilik Perlakuan Pajak Penghasilan atas Beasiswa
6. Satu kode billing dapat digunakan untuk membayar lebih dari satu jenis setoran pajak. Sebelumnya, satu kode billing hanya bisa digunakan untuk membayar satu jenis setoran pajak.
7. Kemudahan pelaporan SPT dengan fitur prepopulated. Prepopulated adalah fitur yang dapat menyajikan data pemotongan dan/atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga (pemungut pajak) secara otomatis dalam draft SPT tahunan wajib pajak yang diisi secara elektronik. Berdasarkan data yang telah tersaji tersebut, wajib pajak hanya perlu mengecek kebenaran data. Pengecekan bertujuan untuk memastikan tidak ada data yang salah/keliru sebelum melaporkan SPT. Jadi, pengisian SPT bisa dilakukan dengan lebih cepat, mudah, dan akurat. Sebelumnya, pada sistem DJP online fitur prepopulated hanya terbatas untuk jenis pajak PPh Pasal 21. Sekarang, melalui sistem coretax fitur prepopulated juga mencakup beberapa jenis pajak lainnya, seperti PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Final Pasal 4 ayat (2).
8. Pendaftaran objek PBB untuk memperoleh Nomor Objek Pajak (NOP) dan pelaporan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dilakukan pada KPP tempat wajib pajak pusat terdaftar.
***
Penulis: Anggita Mutiara Sari Siregar
REFERENSI: