Sengketa atas Reklasifikasi Objek PPh Pasal 26 atas Royalti dan Imbalan Jasa menjadi Pembayaran Dividen

Resume

Putusan Banding ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 Tahun Pajak 2020 atas Reklasifikasi atas Royalti Rp 9.465.987.750 dan Imbalan Jasa Rp 664.343.478 menjadi pembayaran Dividen Rp 10.130.331.237

Dalam perkara ini, Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa atas biaya royalti dan imbalan jasa konsultasi pada PPh Badan.

Otoritas Pajak berpendapat bahwa koreksi dilakukan seiring dengan nilai kewajaran transaksi dengan pihak yang  memiliki hubungan Istimewa tersebut merupakan pembayaran dividen.

Sebaliknya, Wajib Pajak berpendapat atas objek PPh Pasal 26 berupa pembayaran royalti dan pembayaran jasa bukan pembayaran dividen yang tidak didasari pasa bukti yang dapat diandalkan dan hanya berdasarkan asumsi. Karena substansinya pembayaran yang dilakukan adalah benar pembayaran royalti dan pembayaran jasa.

Pada tingkat keberatan, Dirjen Pajak memutuskan menolak permohonan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Kemudian di tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan permohan banding yang diajukan oleh Wajib Pajak.


Kronologi

Wajib Pajak mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak atas keberatannya terhadap penetapan keputusan Otoritas Pajak. Dirjen Pajak berpendapat bahwa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan, kertas kerja pemeriksaan, dan penjelasan pemeriksa diketahui bahwa :

Koreksi Reklasifikasi Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 berupa royalti dan imbalan jasa menjadi dividen sebesar Rp 10.130.331.237 dilakukan seiring dari koreksi nilai kewajaran transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan Istimewa  atas biaya  royalti dan imbalan jasa konsultasi pada PPh Badan

Reklasifikasi  hanya dilakukan pada objek yang pembebanan biaya dilakukan pada tahun 2020 karena terdapat perbedaan waktu pengakuan beban dengan pelaporan PPh pasal 26 dan  Dasar hukum yang menjadi dasar koreksi tersebut adalah Pasal 12 ayat (3) UU KUP dan Pasal 26 UU PPh

Terhadap permohonan keberatan tersebut, Dirjen pajak menyatakan menolak permohonan keberatan yang diajukan Wajib Pajak.  Akibat keputusan tersebut, Wajib Pajak mengajukan banding.


Pendapat Pihak yang Bersengketa

Pemohon banding selaku Wajib Pajak menyatakan tidak setuju atas pertimbangan hukum Dirjen Pajak. Pokok sengketa dalam putusan ini membahas reklasifikasi Objek Pajak PPh Pasal 26 Masa Desember 2020 sebesar Rp 10.130.331.237

Wajib pajak berpendapat bahwa penetapan atas objek PPh Pasal 26 berupa Royalti dan pembayaran Jasa, bukan pembayaran Dividen 

Berdasarkan proses pemeriksaan dan keberatan, semua bukti-bukti pendukung yang telah diberikan oleh Wajib Pajak telah dapat membuktikan bahwa pembayaran tersebut merupakan pembayaran Royalti dan Jasa

Wajib pajak menyampaikan dividen tidak didasarkan pada bukti yang bisa diandalkan dan hanya berdasarkan asumsi semata karena pada substansinya pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak adalah benar pembayaran Royalti dan Jasa

Seluruh argumentasi ketidak-setujuan dari Wajib Pajak atas koreksi tersebut juga berlaku dan harus diterapkan sebagai argumentasi di dalam sengketa PPh Pasal 26 ini

Berdasarkan UU KUP Pasal 29 (2) disebutkan : “Pendapatan dan kesimpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandasan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Berdasarkan PMK No.184/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pemeriksaan juga menyebutkan : “Temuan Hasil Pemeriksaan harus  didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Hanya dikarenakan ada beberapa pembayaran Royalti dan Jasa dilakukan kepada salah satu pihak afiliasi yang merupakan pemegang saham Wajib Pajak, bukan berarti Otoritas Pajak kemudian dapat serta menyimpulkan bahwa pembayaran tersebut merupakan pembayaran dividen.

Wajib Pajak berpendapat bahwa koreksi Otoritas Pajak atas reklasifikasi pembayaran Royalti dan Jasa menjadi pembayaran Dividen sebesar Rp 10.130.331.237 tidaklah tepat dan harus dibatalkan.


Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak

Sengketa pajak mengenai koreksi atas Reklasifikasi objek PPh Pasal 26 atas Royalti sebesar Rp 9.465.987.750 dan Imbalan Jasa Rp 664.343.478 menjadi pembayaran dividen  sebesar Rp 10.130.331.237

Menimbang, bahwa sengketa koreksi Otoritas Pajak terhadap DPP PPh Pasal 26 atas Deviden sebesar Rp 10.130.331.237 yang menurut Otoritas Pajak kurang dilaporkan

Menimbang, bahwa Wajib Pajak berpendapat tidak ada koreksi DPP PPh Pasal 26

Menimbang, Majelis berpendapat bahwa sengketa yang terjadi adalah sengketa pembuktian.

Menimbang, Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan menyatakan “atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya…”

Menimbang, bahwa Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan  menyatakan “Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah pembagian laba baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama dan bentuk apapun.”

Bahwa setelah mempertimbangkan dan menilai alat bukti dan keterangan yang disampaikan oleh para pihak dalam persidangan. Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya banding dari Wajib Pajak terhadap koreksi atas DPP PPh Final Pasal 23/26 atas Dividen sebesar Rp 10.130.331.237 dengan membatalkan koreksi Otoritas Pajak.

Penulis : Indah Ayu Ningsih

Referensi :

  1. Putusan Pengadilan Pajak
  2. UU No 36 Tahun 2008

Bagikan :